Archive for 2016
DEFINITION OF COMPUTER
The term computer has a broad meaning
and is different for each person. The term computer (the computer) is taken
from the Latin word meaning computer calculate (to computer or to reckon).
According Blissmer (1985), a computer
is an electronic device that is capable of performing several tasks, which
receive input, process the input according to the instructions given, save the
commands and result processing and, provides output in the form of information.
Meanwhile, according to sanders
(1985), a compute is an electronic
system to manipulate data quickly and accurately as well as designed and
organized in order to automatically receive and store input data, processes it,
and produces outputs based on the instructions that have been stored in memory.
And many more experts are trying to define it differently on the computer. However
in essence it can be concluded that the computer is an electronic device that
can accept input, provide information, using a program stored in the computer
memory, can store the programs and the result of processing, and work automatically.
From the definition, there are three
important terms, namely the input (data), data processing, and information (output).
Data processing using a computer known as electronic data processing (EDP) or
electronic of data processing (EDP). Data is a collection of events that raised
a fact (fact), can be numbers, letters, special symbols, or a combination of
events that raised a fact (fact), can be numbers, letters, special symbol, or a
combination, of all three. Data still not able to tell much that eeds to be
processed further.
Data processing is a process of manipulation
of data into a from that is more useful and more means, in the form an
information. Thus, information is the result of a data processing is the process
of manipulation of data into a more meaningful form of an information by using
an electronic device, namely computer.
Tag ://B Inggris
AL QUR'AN DAN AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
Hadits Rasulullah SAW, yaitu:
Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, sesuai dengan firmannya sebagai berikut:
Kandungan Al-Qur’an, antara lain adalah:
Al-Qur’an adalah wahyu harfiah dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab dan membacanya adalah ibadah. Sebagai Kalamullah, Al-Qur’an dalam bentuk aslinya berada dalam indu Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) dalam lindungan Tuhan. Lalu diturunkan kepada Nabi dalam bahasa kaumnya (bahasa Arab).
Tuhan dalam menyampaikan firman-Nya kepada mansusia dialkukan dengan tiga cara, yaitu:
Mukjizat memiliki arti melemahkan, mengalahkan, atau membuat tidak kuasa. Al-Qur’an sebagai mukjizat berarti ia dapat mengalahkan atai melemahkan sehingga tida ada seorangpun yang kuasa melawannya. Mukjizat tersebut dapat berupa keindahan susunan bahasanya dan dari kedalaman isinya.
B. As-Sunnah
Sunnah dalam bahasa berarti tradisi, kebiasaan adat-istiadat. Dalam terminologi Islam, sunnah berarti perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (af’al, aqwal, dan taqrir).
Dalam mengukur keotentikan suatu hadits (As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu ilmu yang dikenal dengan ”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadits, para muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan periwayat hadits tersebut yang dengan sanaad.
Macam-macam As-Sunnah:
”Kutinggalkan kepadamu dua perkara, dan kamu sekalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya).A. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, sesuai dengan firmannya sebagai berikut:
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al=Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS 15:9)
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an. Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS 4:82)Al-Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat mengaggumkan bukan saja bagi orang mukmin, melainkan juga bagi orang-orang kafir. Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan (Nuzulul Qur’an). Wahyu yang perta kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-5. Al-Qur’an memiliki beberapa nama lain, antara lain adalah Al-Qur’an (QS. Al-Isra: 9), Al-Kitab (QS. Al-Baqoroh: 1-2), Al-Furqon (QS. Al-Furqon: 1), At-Tanzil (QS> As-Syu’ara: 192), Adz-Dzikir (Surat Al-Hijr: 1-9).
Kandungan Al-Qur’an, antara lain adalah:
- Pokok-pokok keimanan (tauhid) kepada Allah, keimanan kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir, qodli-qodor, dan sebagainya.
- Prinsip-prinsip syari’ah sebagai dasar pijakan manusia dalam hidup agar tidak salah jalan dan tetap dalam koridor yang benar bagaiman amenjalin hubungan kepada Allah (hablun minallah, ibadah) dan (hablun minannas, mu’amalah).
- Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat dosa (nadzir).
- Kisah-kisa sejarah, seperti kisah para nabi, para kaum masyarakat terdahulu, baik yang berbuat benar maupun yang durhaka kepada Tuhan.
- Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan: astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian, kesehatan, teknologi, sastra, budaya, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.
- Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
- Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
- Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
- Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
- Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Qur’an adalah wahyu harfiah dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab dan membacanya adalah ibadah. Sebagai Kalamullah, Al-Qur’an dalam bentuk aslinya berada dalam indu Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) dalam lindungan Tuhan. Lalu diturunkan kepada Nabi dalam bahasa kaumnya (bahasa Arab).
Tuhan dalam menyampaikan firman-Nya kepada mansusia dialkukan dengan tiga cara, yaitu:
- Dengan wahyu (langsung ke dalam hati Nabi)
- Di belakang tabir (wahyu diserap oleh indera Nabi tanpa melihat pemberi wahyu)
- Dengan mengutus malaikat (Jibril) yang membacakan wahyu.
- Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
- Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
- Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
- Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
- Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
- Sebagai pemberi kabar gembira
- Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
- Sebagai peringatan
- Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
- Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
- Sebagai pelajaran
Mukjizat memiliki arti melemahkan, mengalahkan, atau membuat tidak kuasa. Al-Qur’an sebagai mukjizat berarti ia dapat mengalahkan atai melemahkan sehingga tida ada seorangpun yang kuasa melawannya. Mukjizat tersebut dapat berupa keindahan susunan bahasanya dan dari kedalaman isinya.
- Dari segi bahasa, Al-Qur’an, tidak ada seorang pun yang dapat menandinginya. Hal ini membuktikan bahwa Al-Qur’an bukanlah buatan manusia, melainkan murni wahyu dari Allah SWT. Terhadap orang-orang yang tidak percaya kepada Al-Qur’an, Tuhan menantang mereka secara bertahap:
-
- Menantang mereka untuk menyusun karangan semacam Al-Qur’an secara keseluruhan
- Kalau tak bisa, silakan menyusun sepuluh surat saja semacam Al-Qur’an
- Kalau tak bisa, silakan menyusun satu surat saja
- Jika tidak bisa juga, Tuhan menantang manusia unti membuat sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan surat Al-Qur’an
- dari segi isi, susunan bahasa, sastra, dan keindahannya, apa yang ada dalam Al-Qur’an bukan sekadar tanpa makna. Makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an begitu luas. Ayat-ayatnya selalu memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas, dan selalu terbuka untuk menerima interpretasi baru. Al-Qur’an telah disesuaikan (sudah pasti disesuaikan) bagi seluruh zaman. Al-Qur’an berisi petunjuk agama atau syari’at, dan mengandung mukjizat, tuntunan hidup di dunia dan hidup sesudah mati, serta berita-berita gaib, seperti berita tentang manusia akan dibangkitkan di hari akhirat. Al-Qur’an juga mengandung keterangan tentang isyarat-isyarat ilmiah. Seluruh ilmu pengetahuan dan teknologi pada dasarnya berasal dari Al-Qur’an.
B. As-Sunnah
Sunnah dalam bahasa berarti tradisi, kebiasaan adat-istiadat. Dalam terminologi Islam, sunnah berarti perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (af’al, aqwal, dan taqrir).
Dalam mengukur keotentikan suatu hadits (As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu ilmu yang dikenal dengan ”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadits, para muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan periwayat hadits tersebut yang dengan sanaad.
Macam-macam As-Sunnah:
- ditinjau dari bentuknya
-
- Fi’li (perbuatan Nabi)
- Qauli (perkataan Nabi)
- Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)
- ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
-
- Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
- Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir
- Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
- Ditinjau dari kualitasnya
-
- Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
- Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik.
- Dhaif, yaitu hadits yang lemah
- Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
- Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
-
- Maqbul, yang diterima.
- Mardud, yang ditolak.
- Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
- Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)
- Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’, 4: 65)
- Segala yang ditetapkan Al-Qur’an adalah absolut nilainya. Sedangkan yang ditetapkan As-Sunnah tidak semuanya bernilai absolut. Ada yang bersigat absolut, ada yang bersifat nisbi zhanni
- Penerimaan seorang muslim terhadap Al-Qur’an adalah dengan keyakinan. Sedangakan terhadap As-Sunnah, sebagian besar hanyalah zhanny (dugaan-dugaan yang kuat).
Tag ://Pendidika Agama
MANUSIA, AGAMA ISLAM
//Posted by Fifi Dwi Ariani
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Manusia merupakan
makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan berbagai hal dalam
dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir semua lemabaga
pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya
sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah
mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum
ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti
dari banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo
economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang ekonomi), dan sebagainya.
Agama islam sebagai
agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan manusia kedalam kelompok binatang.
Hal ini berlaku selama manusia itu mempergunakan akal pikiran dan semua karunia
Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak
mempergunakan semua karunia itu dengan benar, maka derajad manusia akan turun,
bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang. Hal ini telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179.
Manusia, Agama dan Islam merupakan masalah yang sangat
penting, karena ketiganya mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi
yang akan datang, yang tetap beriman kepada Allah dan tetap berpegang padanila-nilai spiritual yang sesuai dengan agama-agama samawi (agama yang datang
dari langit ataua gama wahyu).
Agama merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam
individu dan menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara
manusia dari penyimpangan, kesalahan dan menjauhkannya dari tingkah laku yang
negatif. Bahkan agama akan membuat hati manusia menjadi jernih halus dan suci.
Disamping itu, agama juga merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda
muslim dalam menghadapi berbagai aliran sesat.
Agama juga mempunyai peranan penting dalam pembinaan akidah
dan akhlak dan juga merupakan jalan untuk membina pribadi dan masyarakat yang
individu-individunya terikat oleh rasa persaudaraan, cinta kasih dan tolong
menolong.
Islam dengan berbagai ketentuannya dapat menjamin bagi orang
yang melaksanakan hukum-hukumnya akan mencapai tujuan yang tinggi. Sangat
menariknya pembahasan tentang manusia inilah yang membuat penulis tertarik
untuk mengulas sedikit tentang Manusia Menurut Pandangan Islam.
1.2
Rumusan masalah
Untuk
mengkaji dan mengulas tentang Manusia, Agama, dan Islam, maka diperlukan
subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dan hakekat manusia menurut islam?
2.
Apakah
dengan beragama sebagai kebutuhan fitrah?
3.
Apa
pengertian dan bagaimana asal – usul agama?
4.
Apa
saja agama – agama besar di Indonesia?
5.
Bagaimana
penjelasan tentang misi islam?
6.
Apakah
Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam?
1.3
Tujuan dan manfaat penulisan
Tujuan disusunnya
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Materi PAI dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan
masalah.
Manfaat dari penulisan
makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang
manusia dalam pandangan Islam
dan untuk membuat kita lebih memahami Islam.
1.4
Metode Penulisan
Penulis memakai metode
studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah
ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti
e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil dari internet.
1.5
Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun
menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab penutup.
Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan
dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan
bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan manusia dalam
pandangan islam serta fungsi dan tanggung jawab manusia dalam islam. Terakhir,
bab penutup terdiri atas kesimpulan
dan saran.
BAB II
MANUSIA, AGAMA, DAN ISLAM
A. Pengertian Manusia dalam Alqur’an
Quraish Shihab mengutip dari Alexis
Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk
mengetahui hakikat manusia, karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.
Istilah kunci yang digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas.
Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis
(QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis
manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama
al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab
[3]:72), kedua al-insan dihubungankan
dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah,
kikir (QS Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga
al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur
materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat
manusia psikologis dan spiritual.
Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada
manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka
mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)
Dari uraian ketiga makna untuk
manusia tersebut, dapatdisimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk
biologis,psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan
hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum
yang berlaku (sunnatullah).
B. Hakikat Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci
dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang
menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan
melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan argumen
bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru
memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju
suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia
harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan
di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk
spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia
adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki
kualitas dan kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat
baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses
pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan
yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup
manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu
sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu
menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia
berkualitas mutaqqin di atas.
C. Agama
Kata agama dalam bahasa Indonesia
berarti sama dengan “din” dalam
bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun.
Sedangkan kata “din” menyandang arti
antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.
Secara istilah (terminologi) agama,
seperti ditulisoleh Anshari bahwa walaupun agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi
sendiri-sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam
pengertian teknis terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang
sama, yaitu:
a. Agama, din, religion adalah satu
sistem credo (tata keimanan atau tata
keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia.
b.
Agama
juga adalah sistem ritus (tata
peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha Mutlak tersebut.
c.
Di
samping merupakan satu sistema credo
dan satu sistema ritus, agama juga
adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan
manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan
sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.
Menurut
Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang dipersatukan yang berkaitan
dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap
sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah
pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada
tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia
terhadap kekuatan gaib yang hebat.
Informasi mengenai potensi
beragama dimiliki manusia itu dapat dijumpai pada ayat al-Qur'an (surat
al-A'raf ayat 172):
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ
مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"
Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)".
Syarat-Syarat Agama
a. Percaya dengan adanya Tuhan.
b.
Mempunyai
kitab suci sebagai pandangan hidup umat-umatnya.
c.
Mempunyai
tempat suci.
d.
Mempunyai
Nabi atau orang suci sebagai panutan.
e.
Mempunyai
hari raya keagamaan
Unsur-Unsur Agama
Menurut Leight, Keller dan Calhoun,
agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
1.
Kepercayaan
agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi.
2. Simbol agama, yakni identitas agama yang
dianut umatnya.
3. Praktik keagamaan, yakni hubungan
vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan
antarumat beragama sesuai dengan ajaran agam.
4. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai
bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
5. Umat beragama, yakni penganut
masing-masing agama.
Fungsi Agama
·
Sumber
pedoman hidup bagi individu maupun kelompok.
·
Mengatur
tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
·
Merupakan
tuntutan tentang prinsip benar atau salah.
·
Pedoman
mengungkapkan rasa kebersamaan.
·
Pedoman
perasaan keyakinan.
·
Pedoman
keberadaan.
·
Pengungkapan
estetika (keindahan).
·
Pedoman
rekreasi dan hiburan.
Karakteristik Agama
Karakteristik agama dalam kehidupan manusia seperti halnya
bangunan yang sempurna. Seperti dalam salah satu sabda nabi Muhammmad, bahwa beliau adalah penyempurna
bangunan agama tauhid yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul sebelum
kedatangan beliau.
Layaknya sebuah bangunan agamapun harus memiliki rangka yang
kokoh, tegas, dan jelas. Rangka yang baik adalah rangka yang menguatkan
bangunan yang akan dibangun diatasnya. Memiliki ukuran yang simetris satu sama
lainnya. Komposisi bahan yang tepat karena berperan sebagai penopang. Oleh
sebab itu, kerangka harus memiliki luas yang cukup atau memiliki perbandingan
yang sesuai dengan bangunannnya. Itulah sebaik-baiknya agama dengan demikian
agama pada dasarnya berperan sebagai pedoman kehidupan manusia, untuk menjalani
kehidupannya dibumi.
Manusia akan kehilangan pedoman atau pegangan dalam
menjalani kehidupan di dunia bila tidak berpedoman pada agama. Dewasa ini agama
mengalami beralih dan berpedoman kepada akal logikanya. Padahal akal dan logika
manusia memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan melihat masa depan. Sedangkan
agama telah disusun sedemikian rupa oleh sang pencipta agar menjadi pedoman
sepanjang hayat manusia. Akibat dari skularisme ini menimbulkan gaya hidup baru bagi kaum
muslim yakni gaya hidup hedomisme dan pragmatis.
D. Fitrah
·
Fitrah dalam arti tabiat alami manusia. Manusia lahir dengan membawa tabi’at
(perwatakan) yang berbeda- beda. Watak tersebut dapat berupa jiwa pada anak
atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada ma’rifatullah.
Sebelum usia baligh, anak belum bisa membedakan antara iman dan kafir, karena
wujud fitrah terdapat dalam qalb yang dapat mengantarkan pada pengenalan nilai
kebenaran tanpa terhalang apa pun.
·
Fitrah dalam arti Insting (Gharizah) dan
wahyu dari Allah (Al Munazalah)
Ibnu Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:
Ibnu Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:
a.
Fitrah Al Munazalah
Fitrah
luar yang masuk dalam diri manusia. Fitrah ini dalam bentuk petunjuk al qur’an
dan sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi Fitrah Al
Gharizahah.
b.
Fitrah Al Gharizah
Fitrah inheren
dalam diri manusia yang memberi daya akal yang berguna untuk mengembangkan
potensi dasar manusia.
Fitrah
berarti kesucian, terdapat dalam sebuah hadis yang berbunyi, "Setiap orang
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanyalah yang kemudian
menjadikan dia seorang Yahudi, Nasrani, maupun Majusi" (H.R. Bukhari
Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Imam Malik, Imam Hambali).
Fitrah
berarti agama yang benar, yakni agama Allah dikaitkan dengan kata fitrah dalam
surat Ar-Rum ayat 30. ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Ar Rum:30)
Fitrah
manusia dan nilai-nilai luhur yang bersumber darinya, mendapat perhatian
agama-agama ilahi khususnya agama Islam. Pada realitanya fitrah dan agama,
keduanya bersumber dari satu mata air iaitu dari Allah swt dan yang menunjukkan
kepada manusia jalan kebahagiaan yang sebenarnya. Agama Islam sebagai agama
terakhir menyodorkan program yang lengkap untuk kebahagiaan manusia di dunia
dan akhirat. Ajaran ini telah ditetapkan oleh Tuhan dan mencakup semua manusia.
Allah tidak memiliki kepentingan apapun dengan kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia.
Allah
Swt. berfirman: Lâ tabdîla li khalqillâh (tidak ada perubahan atas fitrah
Allah). Menurut Ibnu Abbas, Ibrahim an-Nakha’i, Said bin Jubair, Mujahid,
Ikrimah, Qatadah, adh-Dhahak, dan Ibnu Zaid, li khalqillâh maksudnya adalah li
dînillâh. Kata fithrah sepadan dengan kata al-khilqah. Jika
fitrah dalam ayat ini ditafsirkan sebagai Islam atau dîn Allâh, maka kata khalq
Allâh pun demikian, bisa dimaknai dîn Allâh.
Allah
Swt. memberitakan, tidak ada perubahan bagi agama yang diciptakan-Nya untuk
manusia. Jika Allah Swt. tidak mengubah agamanya, selayaknya manusia pun tidak
mengubah agama-Nya atau menggantikannya dengan agama lain. Oleh karena itu,
menurut sebagian mufassir, sekalipun berbentuk khabar nafî (berita
yang menafikan), kalimat ini memberikan makna thalab nahî (tuntutan
untuk meninggalkan). Dengan demikian, frasa tersebut dapat diartikan: Janganlah
kamu mengubah ciptaan Allah dan agamanya dengan kemusyrikan;janganlah mengubah
fitrahmu yang asli dengan mengikuti setan dan penyesatannya; dan kembalilah
pada agama fitrah, yakni agama Islam.
Memeluk
Islam sesungguhnya merupakan fitrah manusia. Secara tersirat, ayat ini
menegaskan akan realitas tersebut. Para mufassir menafsirkan kata fithrah Allâh
dengan kecenderungan pada akidah tauhid dan Islam, bahkan Islam itu sendiri.
Selain ayat ini, kesesuaian Islam dengan fitrah manusia juga dapat terlihat
pada beberapa fakta berikut:
o
Pertama: adanya gharîzah at-tadayyun (naluri beragama) pada
diri setiap manusia sehingga ia bisa merasakan dirinya lemah dan ringkih. Ia
membutuhkan Zat Yang Maha Agung, yang berhak untuk disembah dan dimintai
pertolongan. Karenanya, manusia membutuhkan agama yang menuntun dirinya
melakukan penyembahan (‘ibâdah) terhadap Tuhannya dengan benar.
o
Kedua: dengan akal yang diberikan Allah Swt. pada diri setiap manusia,
ia mampu memastikan adanya Tuhan, Pencipta alam semesta. Sebab, keberadaan alam
semesta yang lemah, terbatas, serba kurang, dan saling membutuhkan pasti
merupakan makhluk. Hal itu memastikan adanya al-Khâliq yang
menciptakannya. Dengan demikian, kebutuhan manusia pada agama, selain didorong
oleh gharîzah at-tadayyun, juga oleh kesimpulan akal.
Lebih
jauh, akal manusia juga mampu memilah dan memilih akidah dan agama yang benar.
Akidah batil akan dengan mudah diketahui dan dibantah oleh akal manusia.
Sebaliknya, argumentasi akidah yang haq pasti tak terbantahkan sehingga
memuaskan akal manusia. Oleh
karena itu, secara fitri manusia membutuhkan akidah dan agama yang haq, agama
yang menenteramkan perasaan sekaligus memuaskan akal. Islamlah satu-satunya
yang haq. Islam dapat memenuhi dahaga naluri beragama manusia dengan benar
sehingga menenteramkannya. Islam juga memuaskan akalnya dengan
argumentasi-argumentasinya yang kokoh dan tak terbantahkan. Dengan demikian,
Islam benar-benar sesuai dengan fitrah dan tabiat manusia. Karena begitu
sesuainya, az-Zamakhsyari dan an-Nasafi menyatakan, “Seandainya seseorang
meninggalkan Islam, mereka tidak akan bisa memilih selain Islam sebagai
agamanya.”
Kesesuaian
fitrah manusia dengan Islam juga dijelaskan dalam dalil-dalil naqli. Allah Swt. berfirman:
[شَهِدْنَا بَلَى قَالُوْا بِرَبِّكُمْ أَلَسْتُ
أَنْفُسِهِمْ عَلَى وَأَشْهَدَهُمْ ظُهُوْرِهِمْ مِنْ آدَمَ بَنِيْ مِنْ رَبُّكَ خَذَأَوَإِذْ]
Ingatlah ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS
al-A‘raf [7]: 172)
Allah
Swt. juga berfirman di dalam hadis qudsi:
«وَإِنِّي
خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ
عَنْ دِينِهِمْ»
Sesungguhnya aku
telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya dan
sesungguhnya mereka didatangi setan, lalu setan itu membelokkan mereka dari
agama mereka.
(HR Muslim).
Rasulullah
saw. juga bersabda:
«
يُمَجِّسَانِهِ أَوْ وَيُنَصِّرَانِهِ يُهَوِّدَانِهِ فَأَبَوَاهُ الْفِطْرَةِ عَلَى يُولَدُ إِلاَّ مَوْلُودٍ
مِنْ مَا »
Tidak ada seorang
anak kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orangtuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR
al-Bukhari).
Kedua
hadis di atas menjelaskan tentang kondisi awal setiap manusia. Dalam hadis
pertama disebutkan, setiap manusia diciptakan dalam keadaan hanîf, yakni lurus
dan tidak condong pada kesesatan. Adapun dalam hadis kedua dinyatakan, setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun fitrah yang dimaksudkan di sini
adalah pengakuan terhadap Allah Swt.
Hadis
pertama di atas menjelaskan, penyimpangan manusia dari fitrahnya disebabkan
oleh bujuk rayu setan. Hadis kedua menjelaskan, pendidikan yang salah dari
orangtua merekalah yang menjadi faktor penyebab keluarnya manusia dari
fitrahnya.
Makna Islam
Secara
etimologis, kata “islam” berasal dari tiga akar kata, yaitu:
-
Aslama artinya berserah diri atau tunduk patuh, yakni berserah
diri atau tunduk patuh pada aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh Allah Swt.
-
Salam artinya damai atau kedamaian, yakni menciptakan rasa damai
dalam hidup (kedamaian jiwa atau ruh).
-
Salamah artinya keselamatan, yakni menempuh jalan yang selamat
dengan mengamalkan aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh Allah Swt.
Adapun
secara terminologis, Islam adalah agama yang diturunkan dari Allah Swt kepada
umat manusia melalui penutup para Nabi (Nabi Muhammad saw).
E.
MISI
ISLAM
Terdapat sejumlah argumentasi yang dapat digunakan untuk
menyatakan misi ajaran Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, yaitu:
Pertama, dapat dilihat dari pengertian atau
makna asli dari islam itu sendiri yaitu masuk dalam perdamaian, dan orang
muslim adalah orang yang damai dengan Allah dan damai dengan manusia. Berdamai
dengan Allah artinya berserah diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya, dan damai
dengan manusia bukan saja berarti menyingkiri berbuat jahat dan sewenang-wenang
kepada sesamanya.
Kedua, misi ajaran islam sebagai pembawa
rahmat dapat dilihat dari peran yang dimainkan islam dalam menangani berbagai
problematika agama, social, ekonomi , politik, hukum, pendidikan kebudayaan,
dan sebagainya.
Dalam
keadaan umat manusia yang kacau balau Nabi Muhammad datang membawa ajaran islam
yang didalamnya bukan hanya mengandung ajaran akidah atau hubungan manusia
dengan Tuhannya saja, melainkan juga hubungan dengan sesama manusia dan alam
semesta.
Dari
sejak kelahirannya Islam sudah memiliki komitmen dan respon yang tinggi untuk
ikut serta dalam memecahkan berabagai masalah tersebut diatas. Hal-hal yang
demikian itu dapat dikemukakan sebgai berikut:
·
Dalam bidang sosial, Islam memperkenalkan ajaran yang bersifat egaliter atau
kesetaraan dan kesederajatan antara manusia dengan manusia lain. Satu dan
lannya sama makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan segala kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Orang yang memilki kelebihan dalam bidang tertentu
misalnya ia memiliki kekurangan dalam bidang tertentu lainnya. Orang yang
memiliki kekurangan dalam bidang tertentu, tetepi memiliki kelebihan dalam
bidang lainnya. Kelebihan yang dimiliki yang satu digunakan untuk menutupi
kekurangan yang satunya lagi. Demikian seterusnya.Kelebihan yang dimiliki oleh
seseorang bukan untuk memeras yang lain. Orang berkulit putih tidaklah lebih
mulia dari yang berkulit hitam, dan orang yang berkulit hitam tidaklah lebih
rendah dari yang berkulit putih. Yang paling mulia disisi Allah adalah yang
paling bertakwa, sebagaimana dalam surat Al-Hujurat, 49:13. Demikian pula dalam
sebuah hadis Nabi menyatakan:
“Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang yag bukan
arab, dan orang yang berkulit puti atas orang yang berkulit hitam, kecuali
siapa diantara mereka yang peling bertakwa.” (HR. Muslim)
·
Misi Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam dapat
dilihat dari ajaran dalam bidang ekonomi yang bersendikan asas keseimbangan dan
pemerataan. Selain itu misi dalam bidang ekonomi ini dapat dilihat pula dari
perintah berdagang dengan cara yang jujur. Sebaimana disebutkan dalan surat
Al-Isra, 17:35. Lebih lanjut ajaran Islam sangat melarang keras melakukan
praktik riba, atau membungakan uang yang menguntungkan secara berlipat ganda,
tanpa memperhitungkan kemampuan orang yang meminjamnya. Praktik riba inj sangat
dilarang dalam islam sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ,3:130.
·
Dalam bidang poitik terlihat dari perintah Al-qur’an agar
seorang pemerintah bersikap adil, bijaksana terhadap rakyat yang dipimpinnya,
memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat yang dipimpinnya,mendahulukan
kepentingan rakyat daripada kepentingannya sendiri, melindungi dan mengayomi
rakyat, membrikan keamanan dan ketentraman kepada masyarakat. sebagaimana yang
disebutkan dalam surat An-Nisa, 4:58.
·
Dalam bidang hukum yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam surat
An-Nisa, 4:58. Ayat tersebut memerintahkan seorang hakim agar berlaku adil dan
bijaksana dalam memutuskan perkara dengan tidak memandang adanya perbedaan pada
orang yang sedang berperkara.
·
Dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari ajaran islam yang
memberikan kepada manusia hak-haknya dalam bidang pendidikan. Berdasarkan
uraian diatas terlihat dengan jelas bahwa misi utama ajaran islam adalah
membawa rahmat bagi seluruh umat manusia dengan cara menata aspek kehidupan
social, ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan sebagainya.
Ketiga, misi islam dapat pula dilihat dari
misi ajaran yang dibawa dan dipraktikan oleh Nabi Shallallahu alahi Wa sallam.
Hal ini disebutkan dengan tegas dalam surat Al-Anbiya ayat ke 10, dan juga
terlihat dalam praktik kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam
yang dikenal dengan seorang yang sayang dengan umatnya dan kepada manusia
umumnya.
Keempat, misi Islam dapat dilihat pula pada
kedudukannya sebagai sumber nilai dan pandangan hidup manusia. Dalam hal ini
Islam telah memainkan empat peran sebagi berikut. Pertama sebagai faktor
kreatif, yaitu ajaran agama yang mendorng manusia melakukan kerja produktif dan
kreatif. Kedua, faktor motifatif, yaitu bahwa ajaran agama dapat melandasi
cita-cita dan amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Ketiga,
faktor sublimatif, yakni ajaran agama yang dapat meningkatkan dan mengkuduskan
fenomena kegiatan manusia tidak hanya hal keagamaan saja, tetapi juga yang
bersifat keduniaan. Keempat, faktor integrative, yaitu ajaran agama dapat
mempersatukan sikap dan pandangan manusia serta aktifitasnya baik secara
indifidual maupun kolektif dalam menghadapi berbagai tantangan.
Kelima, misi ajaran islam dapat dilihat
pula dari peran yang dimainkannya dalam sejarah. Sebagaimana tercatat dalam
sejarah bahwa islam diabad klasik(Abad 7 sd 13 Masehi) atau lebih kurang 7 abad
telah tampil sebagai pengawal sejarah umat manusia menuju kehidupan yang
tertib, aman, damai, sejahtera, maju dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan,
dan peradaban. Peran kesejarahan umat islam tersebut masih dapat dlilihat
dinegara-negara dimana Islam pernah melakukan perannya itu, seperti diirak,
Bukhara, Turkistan, Turki, Spanyol, India, Mesir, dan lain sebagainya.
Pengaruh
ilmu pengetahuan, peradaban dan kejayaan islam lainnya terhadap eropa merupakan
bukti bahwa islam secara faktualtelah berperan secara signifikan bagi
kemanusiaan secara universal. Keadaan sekarang ini mungkin sudah terbalik. Eropa
lebih maju dari Islam dalam ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Keenam, misi ajaran Islam lebih lanjut
dapat dilihat pula dari praktek hubungan Islam dengan penganut agama lain,
sebagaimana yang dilakukan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam diMadinah. Fakta
sejarah membuktikan bahwa yang pertama dilakukan Nabi diMadinah adalah menjali
hubungan yang harmonis dengan seluruh komponen masyarakat yang ada diMadinah
melalui apa yang dalam sejarah dikenal sebagai Mitsaq al-Madinah atau Piagam
Madinah. Dari penelitian terhadap Piagam Madinah ditemukan sejumlah prinsip
tentang hak asasi manusiadan politik pemerintahan. Teks piagam tersebut
menyatakan bahwa atas dasar ajaran Al-qur’an, kemanusiaan dan ikatan social ,
disamping orang-orang muslim mukmin sebagai satu umat atas dasar agama dan
keyakinan, kaum yahudi dan sekutunya juga merupakan umat bersama orang-orang
Mukmin.
F.
ISLAM SEBAGAI
AGAMA RAHMATAN LIL ALAMIN
وَما
أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
Artinya : “ Dan
tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmatan bagi semesta
alam ”.
Tugas Nabi Muhammad adalah membawa rahmat
bagi sekalian alam, maka itu pulalah risalah agama yang dibawanya. Tegasnya,
risalah Islam ialah mendatangkan rahmat buat seluruh alam. Lawan daripada
rahmat ialah bencan dan malapetaka. Maka jika dirumuskan ke dalam bentuk
kalimat yang menggunakan kata peniadaan, kita lalu mendapat pengertian baru
tapi lebih tegas bahwa islam itu “bukan bencana alam”. Dengan demikian
kehadiran Islam di alam ini bukan untuk bencana dan malapetaka, tetapi untuk
keselamatan, untuk kesejahteraan dan untuk kebahagiaan manusia lahir dan batin,
baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam masyarakat.
Islam itu ibarat Ratu Adil yang menjadi tumpuan harapan manusia. Ia harus
mengangkat manusia dari kehinaan menjadi mulia, menunjuki manusia yang tersesat
jalan. Membebaskan manusia dari semua macam kezhaliman, melepaskan manusia dari
rantai perbudakan, memerdekakan manusia dari kemiskinan rohani dan materi, dan
sebagainya. Tugas Islam memberikan dunia hari depan yang cerah dan penuh
harapan. Manusia akhirnya merasakan nikmat dan bahagia karena Islam.
Kebenaran risalah Islam sebagai rahmat bagi manusia, terletak pada kesempurnaan
Islam itu sendiri. Islam adalah dalam satu kesatuan ajaran, ajaran yang satu
dengan yang lainnya mempunyai nisbat dan hubungan yang saling berkait. Maka
Islam dapat kita lihat serempak dalam tiga segi yaitu aqidah, syari’ah dan
nizam.
Dalam memperlakukan non muslim (Ahli
Dzimmah) mereka mendapatkan hak seperti yang didapatkan oleh kaum Muslimin,
kecuali pada perkara-perkara yang terbatas dan perkecualian. Sebagaimana halnya
juga mereka dikenakan kewajiban seperti yang dikenakan terhadap kaum Muslimin.
Kecuali pada apa-apa yang diperkecualikan. Ialah hak memperoleh perlindungan
yaitu melindungi mereka dari segala permusuhan eksternal. Ijma’ Ulama umat
Islam terjadi dalam hal ini seperti yang diriwayatkan Abu Daud dan Al-Baihaqi
“Siapa-siapa yang menzhalimi kafir mu’ahad atau mengurangi haknya, atau
membebaninya di luar kesanggupannya, atau mengambil sesuatu daripadanya tanpa
kerelaannya, maka akulah yang menjadi seterunya pada hari Kiamat (HR. Abu
Daud dan Al-Baihaqi)
Kemudian melindungi darah dan badan
mereka, melindungi harta mereka, menjaga kehormatan mereka, memberikan jaminan
sosial ketika dalam keadaan lemah, kebebasan beragama, kebebasan bekerja,
berusaha dan menjadi pejabat, inilah beberapa contoh dan saksi-saksi yang
dicatat sejarah mengenai sikap kaum Muslimin dan pengaruhnya terhadap Ahli
Dzimmah.
BAB III
KESIMPULAN
Memeluk
Islam sesungguhnya merupakan fitrah manusia. Secara tersirat, ayat ini
menegaskan akan realitas tersebut. Para mufassir menafsirkan kata fithrah Allâh
dengan kecenderungan pada akidah tauhid dan Islam, bahkan Islam itu sendiri.
Selain ayat ini, kesesuaian Islam dengan fitrah manusia juga dapat terlihat
pada beberapa fakta berikut:
o
Pertama: adanya gharîzah at-tadayyun (naluri beragama) pada
diri setiap manusia sehingga ia bisa merasakan dirinya lemah dan ringkih. Ia
membutuhkan Zat Yang Maha Agung, yang berhak untuk disembah dan dimintai
pertolongan. Karenanya, manusia membutuhkan agama yang menuntun dirinya
melakukan penyembahan (‘ibâdah) terhadap Tuhannya dengan benar.
o
Kedua: dengan akal yang diberikan Allah Swt. pada diri setiap manusia,
ia mampu memastikan adanya Tuhan, Pencipta alam semesta. Sebab, keberadaan alam
semesta yang lemah, terbatas, serba kurang, dan saling membutuhkan pasti
merupakan makhluk. Hal itu memastikan adanya al-Khâliq yang
menciptakannya. Dengan demikian, kebutuhan manusia pada agama, selain didorong
oleh gharîzah at-tadayyun, juga oleh kesimpulan akal.
Lebih
jauh, akal manusia juga mampu memilah dan memilih akidah dan agama yang benar.
Akidah batil akan dengan mudah diketahui dan dibantah oleh akal manusia.
Sebaliknya, argumentasi akidah yang haq pasti tak terbantahkan sehingga
memuaskan akal manusia. Oleh
karena itu, secara fitri manusia membutuhkan akidah dan agama yang haq, agama
yang menenteramkan perasaan sekaligus memuaskan akal. Islamlah satu-satunya
yang haq. Islam dapat memenuhi dahaga naluri beragama manusia dengan benar
sehingga menenteramkannya. Islam juga memuaskan akalnya dengan
argumentasi-argumentasinya yang kokoh dan tak terbantahkan. Dengan demikian,
Islam benar-benar sesuai dengan fitrah dan tabiat manusia. Karena begitu
sesuainya, az-Zamakhsyari dan an-Nasafi menyatakan, “Seandainya seseorang
meninggalkan Islam, mereka tidak akan bisa memilih selain Islam sebagai
agamanya.”
Kesesuaian
fitrah manusia dengan Islam juga dijelaskan dalam dalil-dalil naqli. Allah Swt. berfirman:
[شَهِدْنَا بَلَى قَالُوْا بِرَبِّكُمْ أَلَسْتُ
أَنْفُسِهِمْ عَلَى وَأَشْهَدَهُمْ ظُهُوْرِهِمْ مِنْ آدَمَ بَنِيْ مِنْ رَبُّكَ خَذَأَوَإِذْ]
Ingatlah ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS
al-A‘raf [7]: 172)
Allah
Swt. juga berfirman di dalam hadis qudsi:
«وَإِنِّي
خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ
عَنْ دِينِهِمْ»
Sesungguhnya aku
telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya dan sesungguhnya
mereka didatangi setan, lalu setan itu membelokkan mereka dari agama mereka. (HR
Muslim).
Rasulullah
saw. juga bersabda:
«
يُمَجِّسَانِهِ أَوْ وَيُنَصِّرَانِهِ يُهَوِّدَانِهِ فَأَبَوَاهُ الْفِطْرَةِ عَلَى يُولَدُ إِلاَّ مَوْلُودٍ
مِنْ مَا »
Tidak ada seorang
anak kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orangtuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR
al-Bukhari).
SARAN
Kita
adalah sebaik-baiknya makhluk ciptaan Allah. Kita mempunyai bentuk yang sempurna, mempunyai fikiran dan
akal. Seharusnya kita sebagai manusia yang berakal baik, kita menjaga dan
melestarikan sumber daya yang kita miliki. Selain itu tak lupa kita tetap
belajar dan menuntut ilmu demi kemajuan bangsa.
Tag ://Pendidika Agama
Diberdayakan oleh Blogger.